|
| | Halo pembaca Tech in Asia Indonesia! 👋 Suasana tech winter masih menyelimuti iklim pendanaan startup di Indonesia selama lebih dari setahun terakhir. Fenomena ini tak hanya memperlambat laju pendanaan, tetapi juga menjadi alasan banyak startup harus angkat kaki dari medan persaingan. Salah satu yang paling terpukul adalah fintech. ❄️ Apa saja faktor utama penyebab tumbangnya para startup ini? Apa pelajaran yang bisa diambil oleh para pelaku industri digital? Baca penjelasan selengkapnya dalam executive brief edisi hari ini. 📬 |
| | | | | | Sepanjang 2024 hingga kuartal pertama 2025, delapan startup lokal dilaporkan gulung tikar. Kondisi ini melanjutkan tren penutupan dari tahun sebelumnya yang mencapai 11 startup. Sebagian besar startup memilih untuk tidak membuka alasan penutupan secara rinci. Beberapa nama besar, seperti Tanifund dan Investree, menjadi contoh nyata dari tekanan yang mendera sektor ini. Umumnya, mereka bukanlah pendatang baru karena sebagian besar telah beroperasi selama lebih dari lima tahun. Dominasi fintech dalam daftar startup gulung tikar
Dari total startup yang tutup, empat di antaranya berasal dari sektor fintech khususnya peer-to-peer (P2P) lending. Ini berbeda dari pola tahun-tahun sebelumnya yang lebih banyak menyentuh e-commerce dan edtech. Beberapa nama seperti Dhanapala, Jembatan Emas, dan Investree mengalami pencabutan izin usaha oleh OJK akibat gagal bayar. Investor menahan diri, startup kehabisan napas
Menurut keterangan sejumlah pengamat, tech winter yang berlangsung sejak 2022 ini membuat investor makin selektif dalam menyalurkan dana. Banyak startup yang selama ini mengandalkan pembiayaan eksternal akhirnya gagal bertahan, karena belum memiliki model bisnis yang mengutamakan profitabilitas. Baik analis maupun investor menyarankan agar startup mengubah fokus ke arah product-market fit, kejelasan aliran pendapatan, dan ketahanan finansial. Model bisnis yang sekadar mengejar pertumbuhan tidak lagi cukup menarik di mata investor. Saat ini, startup yang mampu membuktikan resiliensi dan potensi profit justru jadi primadona baru. |
| | TLDR, berikut poin-poin yang dapat kamu petik dari artikel ini: 📌 Untuk eksekutif, investor, dan pemerhati startup Lanskap pendanaan startup tengah mengalami seleksi alam. Perusahaan dengan unit ekonomi negatif akan berguguran. Fintech, khususnya P2P lending, menjadi sektor dengan risiko tertinggi untuk saat ini. Industri fintech butuh regulasi dan tata kelola yang lebih kuat, terutama dalam memastikan kepercayaan publik terhadap stabilnya model bisnis P2P lending.
|
| | | | | | Gambaran besarnya:
Love Bonito, startup e-commerce fesyen wanita asal Singapura, menunjukkan performa keuangan yang kuat dan optimistis akan mencapai profitabilitas pada 2025. Mereka menggabungkan pertumbuhan dengan efisiensi operasional, termasuk ekspansi pasar serta penyederhanaan produk. Strategi utama Love Bonito dalam menggapai profitabilitas adalah dengan memangkas kerugian dan merampingkan operasional, mulai dari sistem gudang, pengurangan variasi produk, hingga optimalisasi pemasaran berbasis data. Mereka berupaya membuktikan bahwa pertumbuhan bisa sejalan dengan efisiensi. Implikasinya:
Langkah efisiensi dan ekspansi regional bisa menjadi model bagi pemain lain yang ingin berkembang tanpa mengandalkan pendanaan eksternal. Love Bonito memperlihatkan bahwa pendekatan berbasis data dan pemahaman pasar lokal sangat krusial. Meski pendapatan tumbuh dan kerugian berkurang, perusahaan menghadapi tantangan berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pada 2024 yang memengaruhi 7 persen dari total karyawan. Kenapa ini penting:
Keberhasilan Love Bonito menunjukkan bahwa merek fesyen regional dapat bersaing dan tumbuh dengan strategi ekspansi yang tepat serta manajemen operasional yang efisien. Pendekatan Love Bonito yang menyeimbangkan pertumbuhan dan efisiensi ini memberikan contoh bagi bisnis fesyen lain di kawasan Asia Tenggara yang ingin berkembang tanpa bergantung pada pendanaan eksternal berlebihan. |
| | | | | Faktor investor kurang minat berinvestasi di Indonesia | Podcast SpillTheT: Eddi Danusaputro Berbicara soal mendapat investasi untuk startup, seringkali founder menghadapi berbagai tantangan, Eddi Danusaputro, CEO BNI Ventures & Chairman Amvesindo, menjelaskan sudut pandang investor dalam memberikan pendanaan. Pada episode 2 podcast Spill the T, kita akan bahas lebih mendalam terkait strategi investasi, tantangan investasi ke depannya, dan apa exit strategy yang paling efektif bagi startup khususnya di Indonesia. Tonton episode 2 podcast Spill the T di sini! |
| | | | | | Dengan menurunnya tren investasi di startup Indonesia pada Q1/2025, para founder fintech perlu beradaptasi melalui diversifikasi segmen layanan dan peningkatan investasi pada inovasi produk. Salah satunya adalah mengembangkan solusi credit scoring berbasis kecerdasan buatan atau akal imitasi (artificial intelligence/AI) yang belakangan menjadi tren global. Baca sajian data selengkapnya di sini. |
| | | | | | | | iDScore: rata-rata plafon paylater Indonesia Rp994 ribu per bulan
Menurut laporan idScore, kelompok usia tua di atas usia 55 tahun menjadi penyumbang tinggi kasus kredit macet di segmen BNPL. |
| | Zus Coffee Malaysia akan berekspansi secara agresif di Indonesia
Indonesia dan Thailand akan menjadi dua negara tujuan baru dari upaya ekspansi agresif jaringan ritel minuman kopi ini setelah berhasil memasuki Singapura dan Filipina. |
| | | | | TIA Conference 2025 | Oct 22-23 - Jakarta Dunia teknologi sedang mengalami guncangan—dan inilah tempat untuk kembali menguatkan pijakan. TIA Conference 2025 bukan soal mengejar ketertinggalan, tapi tentang melangkah ke depan. Temukan track bisnis dan produk yang baru, program-program segar, dan ide-ide berani yang dirancang untuk kamu. Kamu sedang menghadapi tantangan, atau mencari terobosan berikutnya? Inilah saatnya kamu terhubung, belajar, dan membangun lebih kuat dari sebelumnya. Ssstt, tiket early bird hingga 70% bisa kamu beli paling lambat 30 April 2025. Yuk, dapatkan tiketmu sekarang juga |
| | | The 2025 Asia Grassroots Forum hosted by Amartha| Bali, 21-23 Mei 2025 Tahukah kamu potensi besar di balik 4 miliar orang pelaku ekonomi akar rumput? Ingin tahu bagaimana teknologi, termasuk AI, dapat mengakselerasi pertumbuhan inklusif dan memberdayakan komunitas yang sering terpinggirkan? Bergabunglah di The 2025 Asia Grassroots Forum hosted by Amartha dan temui para pemimpin visioner seperti Retno Marsudi, UN Secretary-General's Special Envoy on Water, Cuah Kee Heng CFO Temasek Trust, Rino Donosepoetro, Cluster CEO Indonesia & ASEAN Markets Standard Chartered Bank, Dirk van Quaquebeke, Managing Partner BEENEXT, dan Grace Tahir, co-founder Everest Media Indonesia untuk mendapatkan insight transformatif dan strategi inovatif. Lebih dari sekadar dialog, kamu juga berkesempatan melihat langsung inisiatif akar rumput melalui kunjungan lapangan.
Ini adalah peluang emas bagi investor, pelaku teknologi, pembuat kebijakan, dan pemimpin organisasi untuk menjalin koneksi, menemukan peluang baru, dan menjadi bagian dari solusi nyata. Jangan lewatkan! Daftar sekarang dan raih kesempatan untuk berkontribusi pada masa depan ekonomi Asia yang lebih inklusif. Klik di sini untuk registrasi gratis! |
| The KPI Talks — Tech in Asia x Manager Fest | Jakarta, 10 Mei 2025 Pusing kejar target KPI di tengah gejolak pasar yang gak tentu? Kamu gak sendiri! 🤝🏻 Mengelola ekspektasi hingga arahkan tim di tengah ketidakpastian adalah tantangan nyata. Ini saatnya untuk temukan 'North Star'-mu di The KPI Talks, sesi eksklusif di Manager Fest! Pelajari taktik jitu dari pemimpin berpengalaman dari Tech in Asia, Antler, dan lainnya untuk tetap fokus dan capai hasil nyata, bahkan saat di tengah ketidakpastian.
Dapatkan juga harga spesial TemanTIA mulai dari IDR 165.000! Kunjungi techin.asia/redeem-managerfest untuk informasi lengkap dan pemesanan tiket! |
| |
|
|
|
| |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar