Vietnam, Indonesia, dan Kamboja telah lama menjadi pusat produksi bagi merek-merek global seperti Nike dan Adidas, yang mana AS menjadi pasar utamanya. Tekstil, garmen, serta alas kaki adalah tiga segmen manufaktur yang telah menjadi urat nadi ekspor hingga mendorong penciptaan lapangan kerja serta pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara tersebut.
Namun, ancaman tarif tinggi—dengan Vietnam yang dipatok tarif 46 persen, Kamboja 49 persen, dan Indonesia 32 persen—membayang-bayangi margin keuntungan serta daya saing mereka.
Kerentanan dan ketahanan industri sepatu di Indonesia
Nike telah menghubungi langsung pemerintah Indonesia untuk melindungi rantai pasoknya, mengingat ada sekitar sembilan pabrik di Indonesia yang memproduksi pakaian dan alas kaki untuk pasokan produk globalnya. Tarif ini akan mengancam industri tekstil negara yang sudah mengalami kemerosotan berkepanjangan dengan penutupan pabrik dan gelombang PHK massal.
Di antara negara-negara ASEAN lainnya, Vietnam paling berisiko merugi akibat kenaikan tarif karena besarnya ketergantungan mereka pada pasar AS. Tekstil dan alas kaki menyumbang sekitar seperlima dari total ekspor Vietnam ke AS dan negara ini memproduksi separuh dari alas kaki global Nike serta 39 persen sepatu Adidas.
Langkah yang diupayakan selanjutnya
Para produsen di kawasan Asia Tenggara kini berlomba mendiversifikasi basis pelanggan mereka sebagai strategi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada AS. Meskipun, proses ini membutuhkan waktu dan penyesuaian terhadap persyaratan serta standar yang berbeda di pasar lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar