Gambaran besarnya:
Meskipun pembayaran non-tunai semakin dominan di sejumlah kawasan Asia Tenggara, namun sebagian besar pemilik usaha di Filipina masih lebih memilih transaksi tunai.
Banyak pemilik toko kecil di Filipina enggan membuka akun pembayaran merchant karena biaya transaksi yang dianggap mahal. Selain itu, mereka cenderung tidak memahami manfaat akun merchant dan lebih memilih menggunakan akun pribadi untuk menerima pembayaran.
Implikasinya:
Apabila masalah ini tidak ditangani, maka adopsi pembayaran digital di kalangan usaha kecil akan tertinggal, menghambat pengembangan ekonomi digital di Filipina.
Di Filipina, mayoritas usaha kecil tidak menggunakan akun bisnis formal dan lebih memilih untuk menggunakan e-wallet pribadi. Biaya transaksi yang dikenakan untuk akun merchant (yang mencapai 3 persen per transaksi) juga membuat mereka enggan beralih ke sistem non-tunai. Solusi seperti perangkat point-of-sale (POS) yang ditawarkan bank digital juga tidak cukup menarik bagi mereka.
Kenapa ini penting:
Fenomena yang terjadi di Filipina terkait dengan penerapan pembayaran non-tunai di usaha kecil memiliki relevansi langsung dengan Indonesia, mengingat kondisi yang serupa di pasar UMKM di kedua negara.
Banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia juga masih mengandalkan transaksi tunai karena kekhawatiran tentang biaya dan kesulitan administratif yang terkait dengan sistem pembayaran non-tunai.
Mengatasi masalah yang dihadapi UMKM dalam mengadopsi pembayaran digital di Indonesia dapat mempercepat transisi ke ekonomi digital, membuka akses ke pembiayaan yang lebih baik, dan mendorong pertumbuhan sektor UMKM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar